Sabtu, 18 Januari 2014

Sekolah Hari Ini : Bikin Bosan Anak-anak (?)




Setelah sekitar sepuluh bulan 'berkumpul' bersama anak-anak di sekolah, saya mencoba sedikit menyimpulkan penyebab kenapa ada anak-anak yang merasa bosan berada di sekolah, berikut dengan solusinya.
Hal ini bersumber dari pengalaman keseharian saya sendiri, beberapa bacaan, dan diskusi bersama para sahabat. Tentu saja analisis saya ini tidak bersifat mutlak dan benar sepenuhnya, karena saya masih dalam proses ‘penelitian yang bersifat partisipatoris’ ini. 
Proyek penelitian kecil saya ini masih akan berkembang nantinya, dengan tujuan mendapatkan solusi terbaik tentang bagaimana baiknya seorang guru dapat mengkoordinasikan kelas dan mentransfer ilmu dengan cara yang menarik serta menyenangkan anak-anak.
Kenapa ada anak-anak kita yang bosan di sekolah? Berikut hasil sementara dari pengamatan saya:


Metode Belajar yang Itu-itu Saja

Dalam sebuah tulisan Ayah Edy, seorang praktisi pendidikan, diumpamakan bahwa kecepatan dan kemampuan berpikir otak anak-anak itu seperti kecepatan komputer tercanggih saat ini (Pentium Core I3 atau I5). Ditambah lagi, kemampuan otak anak akan semakin ter-up grade seiring kemajuan zaman dan teknologi. 
Bandingkan dengan kita yang mungkin saja hanya memiliki kemampuan seperti komputer Pentium 3. Ini disebabkan minimnya inovasi dan ‘gebrakan’ metode mengajar yang diberikan guru kepada para siswa.
Maka, jangan salahkan bila ada anak yang terlihat bosan dan malas-malasan ketika kita memberikan pelajaran dengan metode yang itu-itu saja. Seperti metode berceramah, menulis, mengerjakan tugas, sembari meminta mereka tetap duduk rapi.
Anak-anak sehat dan cerdas yang secara alamiah banyak bergerak serta banyak ingin tahu, akan lekas bosan bila kita sebagai guru tidak berinovasi, malas mencari trik dan taktik baru, kurang dinamis, malas membaca, dan kurang berkomunikasi guna mendapatkan ilmu dan ide-ide baru.
Saya sendiri sebagai guru yang sebelumnya memang tidak berlatar belakang ilmu pendidikan keguruan dan manajemen pendidikan, merasa agak sulit pada bulan-bulan awal mengajar dan selalu merasa ‘resah dan penasaran’ untuk mencari cara bagaimana mendapatkan perhatian penuh dari anak-anak ketika saya mengajar.


Guru Kurang Menarik

Ada ungkapan lama: “Dari mana datangnya cinta, dari mata turun ke hati”. Dan, “Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta”. Kedua ungkapan ini memang benar adanya. Dalam konteks menjadi seorang pendidik, kita terlebih dahulu dituntut untuk bisa mendapatkan cinta dari anak-anak didik. Cinta itu datang dari keseringan perjumpaan dan kualitas perhatian yang diberikan. 
Okelah, kita sudah sering berjumpa dengan anak-anak, namun itu saja belum menjadi jaminan bahwa kita sudah berhasil mencuri perhatian mereka. Menurut pengalaman saya yang masih seumur jagung ini, anak-anak senang dengan guru yang ekspresif, humoris, dan tidak kaku.
Kita semua tahu, anak-anak itu umpama ladang keceriaan, lautan tawa kebahagiaan. Dengan menjadi ceria seperti mereka, maka kita akan dapat memasuki dunianya mereka. Cara ini adalah langkah pertama yang harus kita lakukan ketika mulai berinteraksi dengan anak-anak. 
Tidak perlu kita tampan selayak bintang sinetron, tidak usah cantik seperti peragawati. Anak-anak tidak melihat itu semua. Karena cinta mereka memang tulus adanya. Mereka juga mempunyai semacam radar canggih yang berpusat dalam hati mereka. Sebuah radar yang dapat mendeteksi ketulusan kita yang terpancar lewat air muka, yang juga bersumber dari hati terdalam kita. Intinya, hati dengan hati. Mendapatkan hati anak-anak dengan hati kita pula. Sesuatu yang halus tak akan didapatkan cara yang kasar. Ini hukum alam.
Itulah yang saya maksud dengan menjadi guru yang menarik.


Guru Kurang Mendalami Karakter, Kepribadian, dan Cara Belajar Anak
Untuk yang ini mungkin butuh proses dan kesabaran lebih dari kita sebagai pendidik. Anak-anak itu memiliki keunikan tersendiri. Tak ada anak yang sama di dunia ini, bahkan mereka yang kembar sekalipun. Di sini kita diwajibkan agar dapat menggali karakter dan kepribadian anak terlebih dahulu. Barulah kita akan tahu cara belajar anak, dan mengaplikasikan metode belajar yang tepat.
Sebagai contoh, jangan harapkan agar anak-anak kinestetik untuk duduk diammengerjakan soal. Biarkan mereka menggoyang-goyang badan, mengetuk-ngetuk bahkan tiduran sejenak di lantai (tentu saja lantai kelas harus bersih). Atau sesekali kita dapat mengajak anak-anak untuk belajar di luar ruangan, di halaman, koridor atau kebun sekolah misalnya.
Untuk anak-anak visual dan auditori, gunakanlah gambar-gambar atau menampilkan tontonan pelajaran lewat infokus (bila sekolah menyediakan fasilitas ini) yang disertai dengan irama musik. Tak dilarang pula bila kita mengajak mereka bernyanyi. Dengan begini, materi pelajaran akan lebih mudah diserap oleh otak mereka yang secanggih komputer itu.
Sebagai tambahan, kita sebaiknya juga menjalin komunikasi intens dengan orangtua mereka. Sering berdiskusi dengan orang tua akan menambah pengetahuan kita terhadap karakter anak. Karena, banyak anak yang terlihat ‘aktif’ di sekolah,ternyata merasa tertekan di rumah. Kita dipatutkan untuk mencari akar permasalahan yang dihadapi tiap anak. Kita musti ingat, tidak ada anak yang bermasalah. Yang benar adalah: masalah lah yang ada pada si anak. Dengan perspektif seperti ini, kita dilarang keras untuk memberikan pelabelan negatif kepada anak-anak.


Suasana Kelas Tidak Menarik
Selain apa yang kita pelajari, dan bagaimana kita belajar, satu hal yang tak kalah pentingnya adalah tempat dan suasana dimana kita belajar. Bayangkan dulu saat kita sedang sibuk mengerjakan skripsi, atau disaat sekarang kita mengerjakan tugas-tugas kantor. Pastinya ada beberapa kitayang senang sambil mendengarkan lagu kesukaan, menempelkan foto-foto,mempercantik ruangan dengan beberapa hiasan, dan lain-lain. Hal itu dimaksudkan tentu agar kita semakin semangat belajar dan bekerja, dengan menghadirkan nuansa keceriaan.
Itu kita, apalagi anak-anak. Mereka yang saya istilahkan sebagai ladang keceriaan tadi tentunya juga berhak mendapatkan suasana yang indah dan cantik, khususnya di dalam kelas. Disini kita bisa mengajak mereka untuk menghias kelas dengan display menarik hasil karya mereka sendiri. Tempelkan juga tulisan-tulisan yang membangun semangat. Buatlah mereka bangga dengan hasil karya mereka. Jadikan suasana kelas penuh warna. Cara ini cukup ampuh dalam memacu gairah belajar anak-anak.

*******

Demikianlah sedikit hasil pengamatan dan penelitian saya sementara ini. Sekali lagi, tentu saja hal-hal diatas masih dapat dikembangkan lagi. Mengingat kesenangan menjadi guru adalah suatu kegiatan yang dinamis, berprogres, dan menuntut kita untuk terus belajar dan berinovasi tanpa henti. 
Semoga bermanfaat bagi kita bersama. Kalaupun dari kawan-kawan ada tambahan opini, saran, dan kritikan, tentulah akan sangat berharga bagi saya pribadi guna melanjutkan proses belajar dan tetap menjadi ceria bersama anak-anak di sekolah. Salam bahagia.

Fauzan Fadri
6 April 2013
09:06 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar