Kadang saat kawan tak sengaja melihat saya, apakah itu di sekolah, di rumah, atau mungkin saat kebetulan berpapasan di pinggir jalan, mungkin kawan akan sering memergoki saya sedang tersenyum-senyum atau tertawa sendiri. Ini bukan berarti saya mengalami personality disorder, tapi justru saat itu saya sedang mengingat-ingat dan membayangkan kembali kejadian-kejadian lucu atau unik yang saya alami bersama anak-anak di sekolah, rekan sepekerjaan, dan orang-orang sekitar.
Berikut satu contoh kisah yang terjadi tadi pagi. Sebuah kejadian singkat diantara segala macam rutinitas menghibur yang saya alami saban hari:
Setiap pagi biasanya saya berangkat bersama ustad Tatang, dengan menumpang motornya. Beliau adalah wali kelas 2 A. Seminggu belakangan ini, ketika menunggu beliau, saya selalu duduk di pingggir trotoar jalan Margonda Raya sambil membaca sebuah buku yang saya pinjam dari Miss April, wali kelas 1 A. Buku itu berjudul Ayah Edy Menjawab. Sebuah buku bagus karya seorang praktisi pendidikan anak yang berisi banyak tips mendidik anak, dan tentang cara menghadapi keseharian serta problematika anak-anak sesuai karakter unik mereka. Mulai dari bagaimana cara bersikap terhadap anak yang hiperaktif, tempramen atau pemalu, deskripsi tentang keunikan tingkatan kecerdasan anak, kiat-kiat melatih kemandirian dan tanggung jawab anak, membangun interaksi sosial anak di rumah dan sekolah, hingga soal pendidikan seks usia dini.
Tadi pagi seperti biasa, saya duduk lesehan di pinggir jalan sembari membaca buku itu dengan asik sendiri. Tiba-tiba dua orang polisi lalu lintas dengan mengendara motor berhenti tepat di samping saya. Saya cuek dan kembali membaca. Beberapa kala berlalu, datanglah seorang polwan lagi. Mereka bertiga terlibat percakapan yang saya kurang pedulikan, saya tetap asik membaca sambil tersenyum-senyum sendiri bila ada bagian lucu pada buku tersebut. Kira-kira sepuluh menitan, saat mencuri pandang ke bawah, saya melihat sepasang sepatu dinas polisi tiba-tiba sudah berada di samping saya duduk.
Beberapa detik saya tetap cuek dan asik membaca. Sampai ada suara menyapa dan terjadilah percakapan singkat ini:
“Mas itu buku apa?”
“Oh, ini buku tentang anak-anak bu.” ujar saya sambil memperlihatkan covernya.
“Saya perhatikan mas setiap pagi membaca buku ini.”
“Oh iya bu, saya seorang guru SD.”
“SD dimana, kok tiap pagi jongkok di sini baca buku??”
“Di daerah meruyung bu, saya menunggu teman untuk berangkat bareng beliau.”
“Oh, boleh saya lihat bukunya mas?”
“Boleh, silahkan...” saya menyerahkan buku itu.
Dua orang polwan lain datang mendekat, saya pun berdiri dan menghampiri mereka.
“Saya juga punya anak, cara menghadapi anak yang tempramen gimana ya mas?” kata seorang polwan yang lain.
“Ada dijelaskan di buku ini, penjelasannya singkat dan menarik, ibu beli saja bukunya, di Gramedia juga ada.”
Dengan bersemangat, saya mulai mempresentasikan isi buku itu, seperti seorang sales panci.
“Iya mas, harganya berapa ya?” si polwan mulai tertarik.
“Tidak terlalu mahal bu, empat puluh sembilan ribu.”
“Ooh, saya juga punya lho buku yang anak singkong itu tapi belum sempat dibaca.” Polwan yang ketiga tiba-tiba datang menyela.
“Hmm, kalau yang itu kan buku biografi ya, buku saya ini lebih mudah dibaca, karena isinya adalah tips-tips singkat.”
Saya masih berpromosi dan mulai ngobrol akrab dengan mereka.
“Isi buku ini udah mas praktekkan belum?”
“Sudah bu, tentang beberapa hal mengenai anak-anak di sekolah, saya juga sedang mempelajari isi buku ini.”
Tanpa sadar, ketika lagi asik ngobrol, Ustad Tatang datang dan melambaikan tangan kepada saya dari seberang jalan.
“Ibu-ibu, maaf ya, teman saya sudah datang, saya berangkat dulu”, saya senyum dan pamit pada mereka.
“Oh iya mas, trimakasih untuk waktunya ya..hati-hati di jalan mas, jangan lupa pakai helmnya..” kata mereka bertiga kompak.
“Iya bu, trimakasih…”
Di perjalanan, saya menceritakan kejadian barusan ke ustad Tatang. Pagi ini, tidak seperti pagi-pagi kemaren dalam minggu ini, saya tidak membacakan dan mendiskusikan isi buku itu kepada Ustad Tatang di sepanjang jalan menuju sekolah. Kami hanya mengobrol tentang persiapan pembagian raport semester yang akan jatuh pada tanggal 22 Desember ini.
Dan begitulah, selalu ada kejadian kecil sederhana yang membuat saya tersenyum-senyum sendiri (bahkan saat menulis cerita ini) bila mengingatnya kembali. Ternyata oh ternyata, ‘dikepung’ oleh tiga orang polwan adalah pengalaman singkat yang menyenangkan. Semoga polwan-polwan yang baik hati itu membeli bukunya dan jadi semakin gemar membaca. Aamiin…
Fauzan Fadri
19 Desember 2012
Pukul 23:12 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar