Sabtu, 18 Januari 2014

Sebuah Kebetulan yang Tak Pernah Betul-betul Ada

Malam ini saya dapat sms dari Ani. Ia baru saja pulang berliburan keluarga di luar kota. Ketika kutanyakan ini pertemuan untuk apa, Ani menjawab: “Ya, sekedar ngobrol-ngobrol biasa aja.” Ajakannya langsung saya terima. Padahal setiap hari minggu saya kuliah full day, dan ini berdampak kepada sedikit menurunnya stamina, membuat mata mengantuk berat sepulangnya, sampai nafsu makan yang naik drastis. Memang benar rasanya, ketika kita belajar dan memaksa otak berpikir ekstra, ini akan menghabiskan energi melebihi bekerja berat dengan otot. Kita butuh lebih banyak asupan nutrisi dan istirahat untuk memulihkan jiwa raga. Maka biasanya saya akan menghabiskan minggu malam dengan istirahat di rumah. Kembali mengumpulkan tenaga untuk esok Senin kembali ke sekolah.

Namun malam ini lain cerita. Istilah ‘ngobrol-ngobrol biasa’ yang Ani sebutkan tadi itu lebih daripada maksud harfiahnya. Selalu ada saja bahan pembicaraan baru dan menarik, khususnya tentang pendidikan anak, bertukar pengalaman kami dalam mengajar, atau hal-hal absurd lainnya yang justru menurut kami seru untuk diperbincangkan. Tak jarang pula terjadi peristiwa menarik dan unik ketika kami mengobrol. Nah, peristiwa ajaib inilah yang ingin saya ceritakan kali ini kepada kawan-kawan.

Ini kisah tentang ‘the law of attraction’. Hukum tarik-menarik. Ketika kita fokus pada satu hal, menginginkan satu hal, maka akan selalu ada saja jalan dan kejadian yang mengarahkan kita kepada tujuan dan keinginan kita itu. Tak peduli sebetapa rumitnya keinginan kita itu. Yang kita butuhkan hanyalah percaya. Rasa yakin dalam hati. Kalau boleh meminjam kutipannya Paulo Coelho dalam bukunya ‘The Alchemist’ yang bunyinya: “Jika kamu menginginkan sesuatu, maka alam semesta akan berkonspirasi untuk menolongmu.” Tentu saja, pastinya ini juga andil dari campur tangan Allah. Tak ada yang kebetulan di dunia ini. Semuanya sudah diatur oleh Allah.

Begitulah. Kami bertemu di depan sebuah minimarket di pinggiran jalan Margonda. Di sana ada beberapa bangku duduk. Awalnya kami akan makan bakso. Sebelumnya Ani kubelikan segelas es cappucino cincau, dengan harapan Ani akan ‘membalas jasa’ mentraktir saya bakso. Hehe.. Namun malang, tak satupun warung bakso yang buka. Saya cek ke Gang Pinang, warung baksonya malah udah mau tutup. Alhasil kami ngobrol saja di depan minimarket itu sembari menikmati malam.

Tak beberapa lama berselang ketika Ani bercerita tentang keseruannya pergi liburan, datanglah tiga orang mahasiswi berkerudung menghampiri kami. Belakangan kami berkenalan, nama mereka adalah Ami, Anggi dan Rani. Apa yang dilakukan mereka bertiga terhadap kami?Ami dengan ramah menyodori kami sebuah proposal. “Wah, ada mahasiswi mau minta sumbangan kegiatan nih”, pikir saya dalam hati. Ternyata mereka adalah relawan dari sebuah komunitas yang bernama CCE Community. Sebuah komunitas yang terdiri dari mahasiswa se-Jabodetabek. Komunitas ini bergerak dalam bidang pemberdayaan anak-anak jalanan, membantu membuatkan akte kelahiran anak-anak, mengadakan taman bacaan gratis, dan melakukan pembinaan keterampilan khusus untuk mereka.

Gayung pun bersambut. Baru seminggu lalu ketika saya, Ani, dan Ija mengantarkan teman kami Yudi ke stasiun Depok Baru. Stasiun itu dekat dengan sekolah Master. Itu lho kawan, sekolah khusus anak jalanan yang pernah muncul di Kick Andy beberapa tahun lalu. Kenapa dinamakan Master, karena sekolah yang memang diperuntukkan bagi anak jalanan itu memang berada di dekat masjid di terminal. Master adalah singkatan dari Masjid Terminal. Nah, ketika saya melihat sekolah itu, saya langsung bilang ke Ani: “Seandainya ada satu orang saja yang saya kenal di Master, maka saya akan senang sekali bila bisa ikutan mengajar dan jadi relawan di sana.” Dan Ani langsung sepakat dengan saya. Memang hobi dan minat kami hampir selalu sama dan seide. Ketika itu kami juga menyatakan keinginan yang sama, ingin mengisi waktu libur kami yang walau hanya sekali seminggu untuk berkegiatan menjadi relawan sebuah LSM atau sejenisnya.

Dan inilah yang terjadi malam ini terhadap kami. Ketiga mahasiswi tadi juga ternyata adalah relawan yang ikut aktif di sekolah Master. Alhasil mengalirlah obrolan kami berlima tentang pengalaman kami masing-masing. Ani yang juga dulunya aktif di GARASI juga tak kalah antusias. Banyak cerita yang kami sharing. Tujuan awalnya ketiga mahasiswi untuk meminta sumbangan berakhir dengan obrolan hangat seperti orang-orang yang sudah bersahabat dekat. Begitu akrab.

Kami juga berbagi informasi tentang jaringan pertemanan yang kami punyai. Ketika saya tanyakan apakah CCE Community sudah punya taman baca, mereka menjawab belum. Maka saya memberikan rekomendasi sebuah LSM yang bergerak dalam bidang pengadaan buku taman bacaan yang sudah fasih malang melintang berkegiatan di seluruh Indonesia. Saya minta mereka membuat proposal pengadaan buku, dan saya berikan nomor kontak yang bisa dihubungi. Ada juga kenalan kami seorang dokter yang sudah wanti-wanti ingin ikut bergabung dengan kegiatan seperti ini. Siapa tahu ibu dokter itu nanti juga bisa bantu pemeriksaan kesehatan gratis untuk anak-anak jalanan yang dibina oleh CCE Community. Bahkan Rani juga pernah bilang, ada seorang anak asuh mereka yang meninggal dunia beberapa waktu lalu karena terlambat didiagnosa. Anak itu terkena TBC akut. Tak sempat tertolong lagi. Sungguh miris sekali hati kami mendengarnya.

Selanjutnya saya meminta nomor kontak dan alamat akun medsos milik Ami, Anggi, dan Rani. Tujuannya adalah agar kami masih bisa berkomunikasi nanti. Besar sekali harapan saya dan Ani untuk dapat bergabung dan bantu-bantu di komunitas mereka.  Inilah yang menjadi impian belum terwujud saya dan Ani untuk bisa menjadi relawan kembali. Dan dari peristiwa ajaib ini, Allah sudah menunjukkan jalan awalnya. Saya yakin itu.

Ketika hendak pulang. Saya mengucapkan terimakasih kepada Ani. Ia malah bertanya balik: “Terimakasih untuk apa? Harus ada alasannya dong!” Saya hanya tersenyum lebar, selebar-lebarnya. “Ya, terimakasih. Terimakasih saja. Tak ada alasannya”, ujar saya menegaskan.

Begitu Ani pulang naik angkot, dan saya berjalan kaki menuju rumah, benak dan hati saya dipenuhi dengan kebahagiaan tak terperi. Saya sangat mensyukuri pengalaman unik dan ajaib yang kami alami malam ini. Mungkin kalau saja Ani tak mengajak saya untuk sekedar bertemu dan ‘mengobrol biasa’, maka tak akan terjadi peristiwa ini. Allah memberikan sebuah cara melalui perantara orang-orang hebat yang saya temui malam ini.

Tak ada hal-hal yang kebetulan. Semuanya terjadi dengan alasan. Itulah yang dinamakan ‘the law of attraction’. Benar begitu kan kawan..



NB:
Salah seorang dari ketiga relawan mahasiswi yang bernama Rani, sempat mengaku awalnya tertarik dengan baju yang saya pakai. Baju kaos hijau ini adalah milik teman saya Friska yang menjadi relawan panitia di kegiatan kerja bakti Festival Indonesia Mengajar yang kami ikuti beberapa minggu lalu. Dikirimkan Friska dari Bandung beberapa hari yang lalu. Baju itulah yang mungkin mengundang mereka untuk menghampiri saya dan Ani. Apakah ini juga bukti dari hukum tarik-menarik? Kawan tahu sendiri apa jawabnya.


Fauzan Fadri

20 Oktober 2013

Pukul 21:32 WIB


Mba Ami, Mba Rani, Saya, dan Mba Anggi
Mba Ami, Mba Rani, Saya, dan Mba Anggi

Ani, kedua dari kanan.
Ani, kedua dari kanan.

2 komentar:

  1. Hai mas, apakah mas pernah mengajar di sekolah master???

    BalasHapus
  2. Halo mba tika, saya belum pernah ke sana. Mba tika?

    BalasHapus