Rabu pagi ini jam sepuluh teng, setelah bel tanda berakhirnya istirahat, adalah giliran rutinku mengajar bahasa Inggris di kelas 4. Anak-anak Uwais Al-Qurni, begitu sebutan kelas 4 di sekolah kami, sudah lebih dahulu berlarian di tangga menuju lantai tiga tempat dimana kelas mereka berada.
Beberapa dari mereka yang kebetulan memergokiku masih asik menyiapkan bahan ajaran di ruang guru di lantai dua, memanggil-manggilku: “Tad, sekarang pelajaran bahasa Inggris, ayo tad kita masuk!” Adapula yang sengaja menggamit lenganku seraya bertanya: “Hari ini kita bahasa Inggrisnya ngapain tad?” “Games ya, nonton ya tad, kuis tad, atau kita main aja ya tad?!” Begitu biasanya mereka penasaran bertanya.
Memang, setiap kali aku mengajar bahasa Inggris di kelas 3 dan kelas Uwais, aku memberikan trik-trik mengajar yang berbeda-beda. Hal ini kumaksudkan, agar mereka yang masih duduk di sekolah dasar dapat mempelajari bahasa asing dengan fun. Aku tak ingin dimasa-masa awal pendidikan, mereka sudah menjadikan bahasa Inggris sebagai momok yang harus ditakuti karena susah dipelajari. Kendati bahasa Inggris hanyalah sebagai mulok di sekolah kami, aku tetap ingin menyajikan sebuah nuansa keseruan belajar kepada anak-anak itu. Aku patut bersyukur, hingga kini mereka masih antusias denganku dan dengan gaya mengajarku.
Dan aku yang suka menggoda mereka, menjawab pertanyaan-pertanyaan antusias mereka itu dengan kalimat singkat: “Minggu depan kalian kan sudah Ujian Kenaikan Kelas, jadi ya seperti biasa, kita belajar lah...”, ujarku sembari memasang muka datar.“Yaaaah, kita lagi males nulis tad..”, mereka sedikit kecewa.
Mungkin menurut pemahaman mereka, belajar itu adalah menulis melulu sehingga mereka bosan dan membikin jari-jarinya pegal. Padahal tanpa mereka sadari, dengan berkisah, bernyanyi, games, kuis, menonton video kartun pembelajaran, dan ‘bermain’ adalah proses belajar itu sendiri.
“Hehe, baiklah kalian masuk saja dulu, jangan lupa muroja’ah dulu ya, ntar ustad nyusul”, sahutku kemudian.
Hari ini materiku adalah simple past tense, tentang cara menceritakan kegiatan yang telah terjadi. Mau tak mau anak-anak harus menghafalkan kata kerja berubah bunyi dan berubah bentuk itu.
“Waah, ini bisa jadi pelajaran yang menjemukan bagi anak-anak”, pikirku. Namun dugaanku ini keliru. Berikut kisahku selanjutnya yang menceritakan juga tentang kaitan judul tulisan singkatku kali ini.
***
Kelas Uwais terdiri dari anak-anak cerdas yang kaya akan imajinasi, kompak dan kreatif. Seolah-olah mereka adalah sekumpulan para ‘ahli’ yang dengan sedemikian rupa telah berhasil mengeksploitasi potensi otak kanannya. Mereka suka sekali bertanya, atau nyeletuk ketika proses belajar berlangsung. Beberapa dari mereka bahkan adalah anak-anak yang memiliki rasa keingintahuan tinggi dan punya daya analisis mumpuni diantara anak-anak lain seusia mereka. Maka cukup mudah bagiku untuk memancing mereka belajar.
Pelajaran past tense pagi ini kumulai dengan mengutip sebuah kalimat yang kutuliskan besar-besar di papan tulis, bunyinya:
“LET BY GONE, BE BY GONE!”
Aku membacanya keras-keras: “Let bai gan, bi bai gan!”
“Ayo anak-anak, repeat after me!” seruku.
“Leeet baaai gaaan, biiiii baaaai gaaan.....!” teriak mereka seisi kelas.
“Okay, thank you so much. Artinya adalah: Yang lalu, biarlah berlalu!”
“Hari ini kita akan belajar tentang kejadian atau peristiwa di masa lalu dalam bahasa Inggris.”“Jadi misalnya kalau kalian punya kejadian, atau kegiatan di hari kemaren, apakah itu misalnya peristiwa senang, lucu, aneh, atau peristiwa biasa-biasa saja, itu dapat diucapkan dan dituliskan dalam bahasa Inggris.” , aku sedikit menerangkan maksudku.
“Atau misalnya, kalau dulu kalian pernah galau...”, aku memancing..
“Cieeee, cieeee.....” teriak anak-anak mulai terpancing.
“Eh, denger dulu nih ustad kasih contoh, misalnya minggu lalu Zidan bersahabat dengan Lala, eh tahunya kemaren tiba-tiba Lala justru sahabatan dengan Riko, nah bisa jadi Zidan galau deh karena ditinggal sahabatnya Lala...”, jelasku.
“Cieeee, cieeee, Zidaaaan, Lalaaaaa, Rikoooooo....” mereka berseru sahut-menyahut.
“Ssssssst...tenang dulu, ustad jelaskan lagi, itukan ustad cuma ngasih contoh, misalnya. Nah, pura-puranya memang itu terjadi, berarti mungkin Zidan merasa galau kemaren. Karena Zidan gak mau galaunya berlama-lama, maka Zidan akan bilang: Let by gone be by gone!”
Anak-anak sudah terlihat antusias dan aware, saatnya aku masuk ke inti pelajaran. Disitulah aku menjelaskan sedikit kaidah tentang tata cara mengucapkan dan menuliskan kalimat yang terjadi di masa lalu. Aku menuliskan beberapa kalimat contoh di papan tulis dan mereka mencatat, kemudian kami mengulangi pengucapannya.
Ketika pembelajaran berlangsung, entah siapa yang memulai, tiba-tiba ada salah satu anak perempuan yang bertanya:
“Eh, ustad Fauzan udah nikah belum sih?”
“Belum..”, ujarku singkat sambil tetap menulis di papan.
“Kalau gitu nikah sama miss Ovi aja tad!!” salah satu anak laki-laki nyeletuk.
“Iya tad, iya..” yang lain rame-rame menimpali.
“Wah tak bisa begitulah, miss Ovi kan udah ada calonnya”, aku mengalihkan.
“Memangnya ustad gak pernah pacaran ya??” mereka kembali menyelidikiku.
“Ya pernah lah, lain kali ustad ceritakan ya...”
“Cerita sekarang tad, ayo cerita..”
“Iya tad, ceriiiitaaaa, ceriiiitaaaa, ceriiitaaaaa....” teriak mereka kompak.
Waduh, aku memang selalu bangga dengan semangat belajar, antusiasme, dan kekompakan anak-anak Uwais ini. Namun kalu kekompakan dalam hal menyudutkan aku begini, aku sempat dibuat kelabakan juga beberapa detik.
“Baiklah, nanti ustad ceritakan, sepuluh menit sebelum bel jam pelajaran bahasa Inggris berakhir”, aku berargumen.
“Tapi janji, kalian harus serius dulu belajarnya ya, kita tinggal satu kali pertemuan lagi lho.”
“Okeee taaad”, ujar mereka kompak.
Entah oleh ‘semangat’ macam apa, kelas Uwais lebih menggebu-gebu dari biasanya dalam belajar bahasa Inggris kali ini, walaupun materi cukup sulit, namun menurutku mereka dapat mencernanya dengan mudah. Dugaanku benar, ini sebab mereka sudah penasaran dengan ceritaku. Maka setelah waktu yang kujanjikan tiba, akupun mulai bercerita.
“Dulu di Padang, ketika ustad seusia kalian, tepatnya ustad kelas 5 SD. Ustad pernah mewakili sekolah dalam lomba cerdas cermat tingkat kecamatan. Inilah saat pertama kalinya ustad bertemu dengan seorang gadis kecil yang bernama...........”, aku sengaja menggantung ceritaku, kulihat wajah serius dan sedikit melongo mereka memperhatikanku.
“Siapa tad? Siapa namanya?” mereka berseru penasaran.
“Namanya adalaaaaaah......: Yusnita.”
“Cieee, cieee...” teriak mereka.
“Yusnita, panggilannya Nita adalah anak kelas 5 dari SD Angkasa 1, sedangkan ustad adalah anak kelas 5 dari SD Angkasa 2. Kami digabung dalam satu tim, ketika lomba itu berlangsung, kami sedang akan mengikuti ujian kenaikan kelas 6. Ustad senang berteman dengan Nita karena ia rajin belajar dan hobi membaca. Itulah sebabnya kenapa sampai sekarangpun ustad senang sekali kepada sahabat laki-laki dan perempuan yang pintar karena ia rajin belajar dan suka membaca.”
“Waaah, ustad pacaran ya??” tanya mereka.
“Tidak. Ustad bersahabat, berteman seperti biasanya kalian di sekolah. Waktu itu ustad pernah dipinjamkan buku biografi tentang kisah hidup presiden Amerika bernama Abraham Lincoln. Beliau adalah seorang yang anti perbudakan manusia.”
Disini aku menjelaskan kepada anak-anak sedikit kisah sejarah Abraham Lincoln.“Ustad senang sekali karena dipinjami buku biografi itu. Dan dengan malu-malu, ustad mengembalikan buku itu kepada Nita setelah seminggu meminjamnya.”
“Cieee, cieee....kenapa ustad tidak memberikan bunga kepada Nita, tad?”, tanya Kiki.
Wuaduh, anak-anak ini ‘sumber informasinya’ sudah sebegitu dalamnya, ini mungkin karena ulah televisi dan sinetron-sinetron kacangan yang tak sengaja mereka tonton dirumah, pikirku dalam hati.
“Tidak ada bunga-bungaan, yang ada hanyalah hati ustad yang berbunga-bunga ketika mendapat pinjaman buku dari Nita saat itu”, ujarku dengan mimik yang ekspresif.
“Waaaah...hihihi...hihihhii...”, anak-anak perempuan dan lelaki tertawa cekikikan.
“Singkat cerita, tim cerdas cermat kami menang hingga tingkat kota. Saat itu ustad sudah naik di kelas 6. Ketika tim sekolah kami berlomba di kota, ustad kaget ternyata Nita sudah digantikan oleh teman lain. Tak tahunya Nita sudah pindah ke Medan, kota asal orang tuanya yang bekerja dinas di sana.
Saat itu ustad sempat kecewa, karena tidak dikabari oleh Nita. Padahal ustad masih penasaran ingin meminjam lebih banyak buku dan tetap bersahabat dengannya.”
“Yaaaaaah...yaaaahh...sayang banget ya tad...”, anak-anak ikutan kecewa.
“Maka karena kejadian itu ustad sempat tidak semangat dalam berlomba sehingga tim sekolah kami hanya mendapat juara harapan dua. Saat itu belum ada handphone, internet, facebook, dan twiter seperti sekarang. Ustad tak berhasil melacak Nita. Maka sejak saat itu, ketika usia ustad 11 tahun dan kini ustad sudah 27 tahun, berarti sudah enam belas tahun ustad tak mengetahui dimana dan bagaimana kabarnya sahabat ustad, Nita.”
“Waah berarti ustad udah tua dong sekarang....”, kata anak-anak laki-laki dengan polosnya.
“Kasian sampai sekarang ustad belum punya anak ya...”, timpal yang lain.
“Waduh, waduh, tenanglah, ustad masih muda kok, dan ustad tetap berbahagia karena kini punya ratusan anak di sekolah kita. Kalian kan anak-anak ustad juga,” ujarku dengan ceria.
“Hehehehe, iyaa taaad..” seru mereka.
“Nah, begitulah cerita kisah nyata ustad dulu ketika SD saat seusia kalian, saat ustad pertama kali bertemu Nita yang berambut kepang dan pipinya chubby. Itu namanya bukan pacaran, namun pengalaman pertama kali ustad bersahabat dengan anak perempuan cerdas, yang membuat ustad terinspirasi sehingga ustad akhirnya semakin senang belajar dan suka membaca buku. Pengalaman ustad di SD sungguh indah dan berkesan, ini pulalah yang menyebabkan ustad berniat menjadi guru SD dan berkumpul bersama-sama kalian semua seperti sekarang.”
“Tapi, cerita ini hanya rahasia kita saja ya, jangan ceritakan kepada orang lain. Karena ustad selama ini belum pernah menceritakan kisah ini kepada siapapun. Do you agree...?”
“Okeee taaaad,” sorak anak-anak dengan riang.
“Ustad tidak melarang kalian bersahabat dengan siapapun, apalagi bila persahabatan itu membawa manfaat untuk diri kalian. Kalian boleh berteman dengan siapa saja, selama itu baik.
Aku menutup cerita dan jam pelajaran bahasa Inggris pagi ini dengan diiringi dentangan bel pergantian pelajaran. Ketika aku keluar kelas, masih ada saja anak-anak yang berteriak, ciiieee....ciiieeee, kepadaku.
“Oke, anak-anak, ustad keluar dulu ya, sampai jumpa besok hari Kamis, kita akan belajaaaaaar bahasa Inggris lagi, dan mencataaaaat yang banyak”, godaku.
“Yeeeeeeeeee.....” teriak mereka pura-pura kecewa.
Dan akupun berlalu dengan riang ke ruang guru untuk sejenak meneguk segelas air putih.
******
Begitulah kisah rahasia masa kecilku, yang tanpa sengaja terungkap oleh anak-anak Uwais yang luar biasa itu. Sebuah cerita kecil yang membawa pengaruh besar kepada diriku dan cukup berperan menjadikanku seperti sekarang.
Belum pernah memang kuceritakan kepada siapapun, termasuk kepada kawan-kawan selama ini. Sssssstttt.....ini rahasia kita-kita saja ya, kawan. :)
Fauzan Fadri
22 Mei 2013
19:26 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar