Hanya kepada kawan-kawan, saya akan membagi kisah langka yang baru saja saya alami malam ini. Sebuah fragmen singkat yang tak mungkin saya dapat prediksi, tak disangka-sangka namun benar terjadi. Dari cerita sederhana ini, saya semakin percaya akan adanya campur tangan Tuhan dalam hidup saya yang sederhana. Tapi ini bukanlah tipikal ‘kisah motivasi’ spiritual yang biasa kita baca dan dengar di media. Begini ceritanya..
Saya adalah ‘makhluk angkot’. Setiap hari saya selalu setia menumpangi jenis transportasi umum murah meriah yang satu ini. Setahun saya di kota ini dan senantiasa bergelut dengan angkot, maka suasana ketika berada di dalamnya dapat selalu ditebak: penumpang yang padat, keringat bercucuran karena kegerahan, mata terkantuk-kantuk karena kelelahan, berbagai macam perangai dan usia pengamen yang turun naik, si abang sopir yang ngetemnya lama, kadang suka sedikit ngebut (yang ini saya suka, hehe), dan lain sebagainya.
Malam ini, karena kelelahan dan hujan lebat, saya tak langsung pulang. Sore hari begitu bel sekolah berdering, saya yang niat awalnya cuma mau istirahat rebahan beberapa menit di karpet lab komputer, malah bablas ketiduran. Syukurlah di sekolah masih ada Pak Ihsan, guru komputer. Jadi masih ada dua orang penghuni sekolah tersisa, dan saya yang merasa ada teman, malah melanjutkan tidur sampai menunggu maghrib tiba.
Beberapa hari belakangan saya memang sering kali merasa lelah. Pulang ke rumah dalam keadaan keletihan, kadang badan sedikit meriang. Sebagai manusia biasa, kadang saya juga mengeluh kepada diri sendiri akan rasa lelah ini. Dan saya juga tak suka keadaan ini, karena datangnya persis di akhir semester genap, dimana kami para guru disibukkan oleh lebih banyak kegiatan ekstra dan persiapan ujian kenaikan kelas. Yang membuat saya tetap ceria dan bergairah adalah kehadiran anak-anak di sekolah, ketika bercengkrama bersama mereka semua ‘beban hidup’ terasa musnah. Namun ketika jauh dari mereka, saya merasa lelah kembali. Begitulah.
Singkat cerita, tadi malam. Saya sedang menyetop angkot untuk pulang di sebuah pertigaan jalan (setelah di antar oleh Pak Ihsan) yang tak jauh dari sekolah. Ketika sopir angkot berhenti, saya bertanya:
“ Bang, terminal ya?” saya bertanya ke sopir angkot.
Maksud saya adalah Terminal Depok. Biasanya angkot D 03 yang saya tumpangi ini kalau malam hari gak sampai ke terminal, memilih memutar jalan lain ke Stasiun Depok yang tak jauh dari terminal. Namun kelelahan akut malam ini membuat saya malas sekali berjalan kaki dari stasiun menuju terminal untuk naik angkot jurusan selanjutnya ke rumah.
“Depok!” si abang sopir berkata singkat.
Dan saya pun mengurungkan niat, bermaksud mencari angkot lain.
“Eh, dek! Iya, kita ke terminal!” si abang sopir memanggil saya.
Akhirnya saya menaiki angkot itu.
Maksud saya adalah Terminal Depok. Biasanya angkot D 03 yang saya tumpangi ini kalau malam hari gak sampai ke terminal, memilih memutar jalan lain ke Stasiun Depok yang tak jauh dari terminal. Namun kelelahan akut malam ini membuat saya malas sekali berjalan kaki dari stasiun menuju terminal untuk naik angkot jurusan selanjutnya ke rumah.
“Depok!” si abang sopir berkata singkat.
Dan saya pun mengurungkan niat, bermaksud mencari angkot lain.
“Eh, dek! Iya, kita ke terminal!” si abang sopir memanggil saya.
Akhirnya saya menaiki angkot itu.
Tiba-tiba ada seorang pria berkumis, berpenampilan santai namun klimis, penumpang angkot yang persis duduk di hadapan saya,menepuk lutut saya, dan bertanya:
“Emangnya kenapa harus ke terminal mas, ke stasiun kan juga sama aja, deket kok, bisa jalan kaki?”
“Saya capek mas! Lagi males jalan!” Saya keceplosan menjawab.
“Emangnya kenapa harus ke terminal mas, ke stasiun kan juga sama aja, deket kok, bisa jalan kaki?”
“Saya capek mas! Lagi males jalan!” Saya keceplosan menjawab.
“Lho, anak pramuka kok gampang capek?” tanya si pria berkumis.
Disinilah saya bertemu Sang Freddie Mercury. Kenapa saya menyebut pria itu Freddie Mercury? Karena tampangnya memang mirip almarhum vokalis band lawas Queen asal Inggris itu. Mukanya sama, kumisnya sama, potongan rambutnya sama, dan pembawaan karakternya pun sama. Awalnya saya sempat kaget, kenapa tiba-tiba di kota yang individualistis ini, ada orang yang sebegitu sok akrabnya bertanya, mengajak saya ngobrol. Saya sempat berfikir negatif, jangan-jangan pria yang kelihatan luwes dan saya duga sedikit kemayu ini punya maksud buruk kepada saya yang innocent ini, hahaha...
Namun dugaan saya salah total!
Setiap hari selasa, para guru di sekolah kami memakai seragam pramuka, dan tentunya juga saya, ternyata diduga seorang anak pramuka aktif oleh Freddie Mercury. Maka mulailah dia menyerocos tentang kisah hidupnya dulu. Ternyata dia aktif pramuka sejak tahun 1971. Tanpa diminta ia mengisahkan pernah melatih anak-anak SD, menjelajah hutan-hutan, menjelaskan istilah-istilah dan permainan khas pramuka yang saya sebelumnya tidak ketahui, sampai kisah hidupnya sekarang yang menjadi pelatih band di Jakarta, sering diundang ke acara kesenian dan budaya, bahkan sering juga berkeliling Indonesia.
Tentu saja disela obrolannya yang hampir satu jam selama kami di angkot itu, ia masih suka menepuk lembut lutut saya. Awalnya saya memang merasa aneh, namun akhirnya saya terbiasa dan menganggap itu adalah caranya berkomunikasi agar mendapatkan perhatian saya dalam mendengarkan kisahnya.
Saya bahkan sempat diberi tips untuk membawa singkong rebus ketika ada acara perkemahan atau kegiatan lapangan bersama anak-anak saya disekolah. Katanya singkong baik dimakan untuk menjaga stamina dan menahan tubuh dari rasa dingin selama berada di alam. Wallahualam. Namun, dari caranya bertutur dan melihat air mukanya, saya bisa merasakan bahwa ia tulus dan jujur.
Dan dari ceritanya itu, ia mengaku selalu menjaga dirinya untuk tak pernah bilang kata ‘capek’. Katanya, semenjak tahun 1980an diahanya tidur 2-3 jam perhari. Ketika saya tanyakan apa urusannya di Depok, dia berkata baru saja pulang dari Bogor untuk membayar lunas sebuah rumah untuk salah satu kerabatnya. Dan kini ia bermaksud kembali ke rumahnya di Jakarta dengan menumpang kereta dan esoknya musti harus mempersiapkan keberangkatan ke Bali. Sungguh saya tak menduga akan bertemu orang seajaib dan seunik itu di
dalam sebuah angkot.
Karenanya, hati saya benar-benar tertohok oleh cerita dan kata-kata si Freddie Mercury. Usianya yang ternyata sudah 52 tahun itu (tak kelihatan setua itu ketika saya melihat perawakannya, memang benar agaknya bahwa ‘orang seni’ itu selalu tampak awet muda, terlebih karena ia menikmati hidupnya) telah membuat saya semakin terkagum. Sekaligus terperangah. Bagaimana tidak, saya yang selama ini mengaku-ngaku kepada diri saya sendiri sebagai orang yang bersemangat dan selalu ceria, ternyata dimentahkan oleh cerita yang secara tak langsung memberikan nasehat serta inspirasi bagi diri saya pribadi.
Saya seketika menyadari bahwa seberat dan sebetapa melelahkannya hidup, saya harusnya tak boleh berkata ‘capek’ atau ‘ah..saya lelah sekali’ atau ‘ah..males’. Hidup harusnya dijalani dengan santai dan bersyukur. Sehingga, walaupun ketika kita sedang punya masalah pribadi seperti apapun, kita harus tetap bersemangat. Dan itu terbukti dalam diri Freddie Mercury. Saya kembali teringat akan impian saya yang kelak ingin sekali melanjutkan jenjang pendidikan S2 saya dalam bidang pendidikan, hingga akhirnya bisa punya sekolah yang saya kelola sendiri nanti. Tentu impian itu akan melewati jalan berliku, tak mudah, serta butuh banyak pengorbanan jiwa raga bahkan ‘hati’.
Bersyukurlah saya karena Tuhan segera memperingatkan saya agar tetap bersemangat, dengan cara unik dan tidak saya duga-duga. Disini saya kembali merasa yakin dan merasa dekat sekali dengan target dan tujuan yang akan saya capai nanti. Tuhan menolong memulihkan kelelahan fisik dan jiwa saya lewat cerita dan ‘nasehat’ yang disampaikan si pria ‘Freddie Mercury’. Saya kembalimerasa ‘tercerahkan’. Alhamdulillah..
Trimakasih saya kepada Pak Rudy si ‘Freddie Mercury’ yang menginspirasi saya malam ini. Sebelum turun dari angkot saya bersalaman dengannya dan kami saling memperkenalkan nama, lantas mengucapkan sampai bertemu kembali suatu hari nanti sambil tersenyum. Sungguh sebuah hubungan sosial manusia yang menarik dan langka di sebuah kota yang terbiasa hidup bernafsi-nafsi.
NB: ketika menulis note ini, rasa lelah saya hilang, dan yang penting saya dapat kembali bisa tersenyum-senyum sendiri ketika mengingat kisah pengalaman tadi. :)
Fauzan Fadri
7 Mei 2013, Pukul 22:24 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar